Penerapan Pajak Daerah terhadap Kendaraan Alat Berat Dan Besar
Penerapan Pajak Daerah terhadap Kendaraan Alat Berat Dan Besar - Sistem penerapan pemungutan pajak pada suatu negara yang baik, adalah dengan berdasarkan pada prinsip-prinsip adil, kepatuhan hukum, dan ekonomis. Keadilan ditujukan bagi wajib pajak, disertai dengan kepastian hukum yang menjadi dasar pelaksanaan pemungutan pajak baik bagi wajib pajak dan secara ekonomis ditujukan bagi pelaksanaan pemungutan pajak yaitu dengan tidak menyampingkan masalah biaya yang dikeluarkan oleh fiskus dalam rangka pengumpulan pajak. Dengan penerapan sistem perpajakan yang baik tentunya pengumpulan pajak akan lebih optimal. Namun pada kenyataannya tidak ada sistem perpajakan pada suatu negara yang sempurna, termasuk sistem perpajakan di Indonesia yang pada kenyataannya belum mengarah kepada dasar prinsip-prinsip sistem perpajakan yang baik. Banyak aspek perpajakan yang belum memiliki kepastian hukum, rasa keadilan bagi wajib pajak juga belum terwujud dengan baik. Keadaan yang demikian itu tentunya akan menghambat pemungutan pajak dalam suatu negara.
Melalaui pembagian kewenangan dalam pemerintahan yang bersifat desentrealistis disadari bahwa sangat diperlukan dan sangat tepat untuk diterapkan pada Negara yang memiliki sebaran wilayah kepulauan yang luas seperti Indonesia. Di samping dengan pembagian kewenangan tersebut dapat memudahkan dalam mengkoordinasi sebuah pemerintahan, sistem desentralisasi juga lebih demokratis karena implementasi kekuasaan diselaraskan dengan karakter budaya dan kebiasaan daerah masing-masing. Salah satu wujud pelaksanaan desentralisasi fiskal adalah penentuan sumber-sumber penerimaan bagi daerah yang dapat digali dan digunakan sendiri dengan potensinya masing-masing. Kewenangan daerah tersebut diwujudkan dalam bentuk pungutan pajak daerah dan retribusi daerah yang diatur dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang No. 34 Tahun 2000 dan peraturan pelaksanaannya yaitu PP No.65 Tahun 2001 tentang Pajak Daerah dan PP 66 Tahun 2001 tentang Retribusi Daerah.
Karena sebagai salah satu sumber pendapatan daerah, maka pengenaan pungutan daerah berupa pajak daerah dan/atau retribusi daerah yang ditetapkan berdasarkan Undang-Undang kemudian diformulasikan sebagai komponen pendapatan asli daerah (PAD). Melalui PAD ini pemerintah daerah diharapkan akan mampu mendanai penyelenggaraan pemerintahan daerah dan pembangunan daerahnya masing-masing, yang pada akhirnya diharapkan akan mampu mewujudkan pemerataan kesejahteraan masyarakat pada daerah tersebut. Dengan demikian berarti bahwa, daerah senantiasa dituntut untuk lebih mampu meningkatkan PAD-nya dalam rangka melaksanakan otonomi daerah, serta mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri demi tercapainya tujuan pemerataan kesejahteraan masyarakat sebagaimana yang diharapkan pemerintah.
Di Indonesia sampai saat ini, pemerintahan daerah baik provinsi maupun kabupaten/kota memiliki kewenangan mengenakan pajak, walaupun pada kenyataannya jumlah penerimaan pajak daerah relatif kecil dibandingkan dengan penerimaan pajak nasional. Sistem pajak daerah yang digunakan selama ini mengandung banyak kelemahan sehingga manfaat yang diperloleh lebih kecil dari pada besarnya beban pajak yang diemban oleh masyarakat wajib pajak. Sebagai kewenangan Daerah dalam menetapkan Perda PDRD seharusnya pemerintah daerah lebih memperhatikan kriteria pungutan Daerah tersebut yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang, agar peraturan daerah dalam pemungutan pajak nantinya tidak akan menimbulkan permasalahan dan pembatalan dikemudian hari. Namun pada kenyataannya, hampir semua pungutan pajak Daerah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah memberikan dampak yg kurang kondusif terhadap iklim investasi, sehingga menyebabkan biaya ekonomi yang tinggi, dan tumpang tindih dengan pungutan Pusat.
Berdasarkan pelaksanaan penerapan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, masing-masing Pemerintah Daerah menerbitkan Peraturan Daerah tentang Pajak Daerah sebagai dasar pemungutan pajak daerah, yang didalamnya termasuk pelaksanaan Pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor (PKB). Sesuai dengan Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, yang menyebutkan bahwa kendaraan bermotor adalah semua kendaraan beroda beserta gandengannya yang digunakan di semua jenis jalan darat dan digerakkan oleh peralatan teknik berupa motor atau peralatan lainnya yang berfungsi untuk mengubah suatu sumberdaya energi tertentu menjadi tenaga gerak kendaraan motor yang bersangkutan, termasuk alat-alat berat dan alat-alat besar yang dalam operasinya menggunakan roda dan motor dan tidak melekat digunakan di luar jalan umum. Berdasarkan pengertian tersebut telah jelas diartikan bahwa alat-alat berat dan alat-alat besar merupakan obyek pajak kendaraan bermotor yang wajib melaksanakan pembayaran pajak kendaraan bermotor.
Pajak Alat-Alat Berat dan Alat-Alat Besar termasuk dalam pajak yang dipungut oleh Provinsi, sejak diberlakukannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Sehingga dalam penerapan pajak daerah terhadap Alat-Alat Berat dan Alat-Alat Besar dikenakan kedalam Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB). Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) alat berat/besar merupakan pajak atas kepemilikan dan/atau penguasaan kendaraan bermotor alat berat/besar. Jadi Wajib Pajak Kendaraan Bermotor adalah orang pribadi atau Badan yang memiliki Kendaraan Bermotor.
0 Response to "Penerapan Pajak Daerah terhadap Kendaraan Alat Berat Dan Besar"
Post a Comment