Enter a long URL to make tiny:

Manusia Dengan Kejahatan, Kriminalitas, dan Kriminologi


Kriminalitas atau kejahatan itu bukan merupakan peristiwa herediter (bawaan sejak lahir, warisan) juga bukan merupakan warisan biologis. Tingkah laku criminal itu biasa dilakukan oleh siapapun juga, baik wanita maupun pria; dapat berlangsung pada usia anak, dewasa ataupun lanjut umur. Tindak kejahatan bias dilakukan secara sadar, yaitu dipikirkan, direncanakan, dan diarahkan pada satu maksud tertentu secara sadar benar. Namun, bisa juga dilakukan secara setengah sadar misalnya, didorong oleh impuls-impuls yang hebat, didera oleh dorongan-dorongan paksaan yang sangat kuat (kompulsi-kompulsi), dan obsesi-obsesi. Kejahatan bisa juga dilakukan secara tidak sadar sama sekali,. Misalnya, karena terpaksa untuk mempertahankan hidupnya, seseorang harus melawan dan terpaksa membalas menyerang, sehingga terjadi peristiwa pembunuhan.

Masyarakat modern yang sangat kompleks itu menumbuhkan aspirasi-aspirasi materiil tinggi dan sering disertai oleh ambisi-ambisi social yang tidak sehat. Dambaan pemenuhan kebutuhan materiil yang melimpah-limpah, misalnya untuk memiliki harta kekayaan dan barang-barang mewah tanpa mempunyai kemampuan untuk mencapainya dengan wajar, mendorong individu untuk melakukan tindak criminal. Dengan kata lain bisa dinyatakan, jika terdapat diskrepansi (ketidaksesuaian, pertentangan) antara ambisi-ambisi dengan kemampuan pribadi, maka peristiwa ini mendorong orang untuk melakukan tindak criminal atau jika terdapat diskrepansi antara aspirasi-aspirasi dengan potensi-potensi personal, maka akan terjadi maladjustment ekonomis (ketidakmampuan menyesuaikan diri secara ekonomis), yang mendorong orang untuk bertindak jahat atau melakukan tindak pidana.

Banyak peristiwa yang terjadi ditengah-tengah masyarakat mengenai carutmarutnya Penegakan Hukum Pidana di Indonesia, padahal Indonesia adalah Negara Hukum,  tetapi dalam aplikasinya tidak mencerminkan sebagai Negara hukumm bahkan banyak tindakan aparatur penegak hukum bertentangan dengan hukum baik dalam proses tahap penyelidikan, penyidikan, penuntutan, pemeriksaan di sidang pengadilan maupun dalam pelaksanaan eksekusi.

Karakteristik Penegakan Hukum Pidana di Indonesia sangat unik dan multiimensi serta destruktif sebagaimana dilihat penegakan di berbagai kasus pidana, diantaranya kasus kejahatan korupsi, kasus kejahatan illegal logingv, kasus kejahatan perampokan Bank, kasus kejahatan terorisme, kasus kejahatan kelautan, kasus kejahatan Cyber Crime dan lain-lain, dimana penegakan hukum terhadap para pelaku kejahatan banyak sekali terjadi penyimpangan (Deviation) dari aturan hukum pidana, sehingga orang yang seharusnya tidak bersalah bisa jadi tersangka, demikian sebaliknya orang yang seharusnya menurut hukum bersalah bebas dari jeratan hukum.

Penegakan Hukum Pidana akhir-akhir ini seperti dalam kejahatan Teroris, kejahatan Korupsi, kejahatan Illegal Loging dan kejahatan perampokan Bank, penegakan hukumnya tidak lagi sesuai dengan norma-norma hukum yang ada yang seharusnya menjadi pedoman bagi setiap para Penegakan Hukum agar tidak melakukan penegakan hukum yang melanggar hukum, misalnya orang ditangkap belum jelas salahnya disebut teroris, demikian pula terhadap putusan bebas tidak dibenarkan untuk mengajukan Kasasi, tetapi dalam praktiknya para penegak hukum tetap melakukan kasasi yang lebih ironisnya Mahkamah Agung menerima kasasi tersebut.

Sering terjadi perbedaan pandangan/pendapat para aparatur penegak hukum dalam menegakkan hukum secara teori dan praktek, sehingga sering ditemukan dalam praktek Penegakan Hukum Pidana yang diterapkan sering mengandung kebenaran yang relatif, terkadang bersifat subjektif, baik dalam bidang penyidikan, penuntutan maupun proses di Peradilan, sehingga masyarakat jadi korban (victims), kesalahan-kesalahan tersebut perlu dikaji dan dicari solusinya dalam perspektif kriminologi agar kepercayaan masyarakat terhadap hukum benar-benar tumbuh dan masyarakat dapat terlindungi sesuai dengan amanat Undang-undangv Dasar 1945, sehingga keadilan yang responsive yang diharapkan masyarakat dapat terwujud.

Carut marutnya Penegakan Hukum di lembaga-lembaga Negara baik di kepolisian, di Kejaksaan, di Pengadilan di KPK, maupun di instansi pemerintah lainnya yang mengakibatkan posisi Indonesia selalu terpojok dimata lembaga-lembaga Internasional seperti penyelesaian kasus kejahatan Korupsi, kejahatan Terorisme, kejahatan Trafficking, kejahatan Cyber Crime, kasus TKI dan lain sebagainya yang kesemuanya mengakibatkan ketidakpercayaan pemerintah asing terhadap pemerintahan kita dalam penegakan hukum.

Dalam Pasal 8 Undang-Undang No.4 Tahun 2004 Jo. Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman menyatakan “setiap orang yang disangka, ditangkap, ditahan, dituntut di hadapan pengadilan dianggap tidak bersalah sebelum ada putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan telah mempunyai kekuatan hukum tetap”, tetapi dalam praktek aparatur penegak hukum kita sepertinya lupa terhadap undang-undang tersebut atau memang tidak pernah tahu ketentuan tersebut, kadang orang belum diperiksa dan belum jelas kesalahannya sudah dinyatakan melakukan kejahatan teroris bahkan semua kejahatan yang memakai senjata api dianggap teroris hal ini jelas keliru dan dapat merusak bangsa Indonesia sendiri dimata dunia Internasional yang seolah-olah Indonesia Negara teroris, cari dan pergunakanlah kata yang tepat dan sejuk agar masyarakat tidak dirugikan dan martabat bangsa tetap terjaga.

Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut diatas, permasalahan yang timbul bagaimana upaya penaggulangannya agar cicir-ciri Indonesia sebagai Negara Hukum itu terwujud secara kongkrit.

Defenisi kejahatan secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang bertentangan dengan moral kemanusiaan (immoril), merugikan masyarakat, sifatnya asosial dan melanggar hukum serta undang-undang pidana. Didalam perumusan pasal-pasal Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) jelas tercantum: Kejahatan adalah semua bentuk perbuatan yang memenuhi perumusan ketentuan-ketentuan KUHP. 

Misalnya pembunuhan adalah perbuatan yang memenuhi perumusan Pasal 338 KUHP, mencuri memenuhi bunyi Pasal 362 KUHP sedang kejahatan penganiayaan memenuhi Pasal 351 KUHP. Selanjutnya , undang-undang diluar KUHP, seperti perundang-undangan subversi, perpajakan, ekonomi, pelanggaran kesusilaan juga merumuskan macam-macam perbuatan sebagai bentuk kejahatan yang diancam hukuman pidana. Ringkasnya, secara yuridis formal, kejahatan adalah bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana. Selanjutnya, semua tingkah laku yang dilarang oleh undang-undang harus disingkirkan. Barang siapa melanggarnya, dikenai pidana. Maka larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga Negara itu tercantum pada undang-undang dan peraturan-peraturan pemerintah, baik yang dipusat maupun pemerintah daerah.

Sumber hukum lainnya yang harus ditaati oleh setiap warga Negara ialah keputusan-keputusan  praktik pengadilan (yurisprudensi). Sebab, didalamnya tercantum ketentuan-ketentuan undang-undang dan kesatuan pemikiran dasar oleh pengadilan untuk melaksanakan undang-undang. Maka dalam praktiknya, pengadilan juga bisa dipandang sebagai badan pembentuk hukum, yang turut menentukan tindakan-tindakan mana saja yang dapat digolongkan sebagai kejahatan dan dpat dijatuhi pidana.

Secara sosiologis, kejahatan adalah semua bentuk ucapan, perbuatan, dan tingkah laku yang secara ekonomis, politis dan social psikologi sangat merugikan masyarakat, melanggar norma-norma susila, dan menyerang keselamatan warga masyarakat (baik yang telah tercakup dalam undang-undang).

Tingkah laku manusia yang jahat, immoril, dan antisosial itu banyak menimbulkan reaksi kejengkelan dan kemarahan dikalangan masyrakat dan jelas sangat merugikan umum. Karena itu, kejahatan tersebut harus diberantas, atau tidak boleh dibiarkan berkembang, demi ketertiban, keamanan, dan keselamatan masyarakat. Maka warga masyarakat secara keseluruhan, bersama-sama dengan lembaga-lembaga resmi yang berwenang, kepolisian, kejaksaan, pengadilan, lembaga permasyarakatan, dan lain-lain wajib menanggulangi kejahatan sejauh mungkin.

Sumber: Kartini Kartono, Patologi Sosial (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005) Hlm. 139-140

0 Response to "Manusia Dengan Kejahatan, Kriminalitas, dan Kriminologi"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel