Enter a long URL to make tiny:

Sejarah United Nations Office on Drugs and Crime


Sejarah United Nations Office on Drugs and Crime - United Nations Office on Drugs and Crime (UNODC) berperan sebagai pengatur dan mengawasi perdagangan legal narkotika, psikotropika dan terakhir prekursor, yakni zat-zat kimia yang dapat digunakan untuk memproduksi narkotika dan psikotropika. Ketika melihat lebih jauh lagi hasil yang telah dicapai berdasarkan laporan tahunan Kantor PBB untuk Obat-Obatan dan Kejahatan UNODC (United Nations Office on Drugs and Crime) disebutkan bahwa produksi opium global telah turun 78% antara periode 1906/1907 dan 2007. Hal itu juga menunjukkan bahwa rezim pengawasan obat obatan global berhasil menahan (contain) masalah narkoba terhadap 0,6%dari seluruh populasi dewasa dunia (umur 15-64 tahun), yakni sebesar 25 juta orang. Bila dibandingkan dengan produksi tembakau yang tidak diawasi, narkoba 'hanya' merenggut sebanyak 200.000 nyawa per tahun dan tembakau sebanyak 5 juta. Argumen itu menunjukkan bahwa eksistensi sistem pengawasan global dapat menahan' laju pertumbuhan penyalahgunaan narkoba.

Selain itu, argumen lain menunjukkan bahwa rezim pengawasan global juga mendapat dukungan (universal adherence) yang cukup berarti dari Negara-negara anggota PBB. Konvensi PBB mengenai narkoba (2002) dan telah diratifikasi 186 negara sebesar 96% dari total 192 negara-negara anggota PBB. Konvensi PBB mengenai psikotropika (2003) telah diratifikasi 183 negara dan Konvensi PBB mengenai pengedaran gelap narkoba dan psikotropika (2003) juga telah diratifikasi 182 negara. Tunduknya negara-negara terhadap ketiga instrumen internasional memperlihatkan suatu sisi ketaatan yang signifikan terhadap instrumen-instrumen global lainnya.

Salah satunya adalah Kolombia, dimana negara tersebut memproduksi kokain dalam jumlah besar di dunia, merupakan salah satu negara anggota PBB yang ikut serta meratifikasi ketiga instrumen tersebut, ketimbang dengan instrumen internasional lainnya, antara lain terkait dengan masalah terorisme ataupun nuklir. Terhadap masalah narkoba Kolombia telah melengkapi kewajiban internasionalnya, walaupun masalah pelaksanaan atau implementasi terhadap ketiga instrumen narkoba tersebut: 
  1. Masih banyaknya sindikat kejahatan ataupun kejahatan terorganisir yang tergiur untuk mengendalikan pasar gelap obat-obatan terlarang.
  2. Terjadinya policy displacement dalam masalah kokain dan sejenis narkoba lainnya, di mana kebijakan publik lebih banyak terarah pada public security ketimbang public health. Contoh kedua erat sekali dengan pemahaman di Negara-negara berkembang, seperti Kolombia yang melihat masalah kokain sebagai masalah penegakan hukum ketimbang masalah kesehatan.
  3. Terjadinya geographical displacement yang diakibatkan efek balon, ketika upaya containment di satu wilayah dapat menyebabkan pembengkakan pada wilayah lain. Sebagai contoh, penurunan penanaman gelap di wilayah Segitiga Emas mengakibatkan peningkatan penanaman gelap di Golden Crescent (wilayah Bulan Sabit Emas).
  4. Terjadinya substance displacement dengan perubahan, baik dari sisi suplai maupun permintaan di mana suatu zat yang dicontain akan berpindah ke zat lain yang memiliki psikoaktif efek yang sama dan tidak secara ketat diawasi ataupun sulit diawasi seperti penyalahgunaan kokain yang berpindah dengan menggunakan amfetamin.
  5. Permasalahan negara dalam menghadapi penyalahgunaan obat-obatan. Hal itu terkait erat dengan upaya negara untuk menanggulangi masalah penyalahgunaan obat-obatan. Salah satu dari tiga pilar utama kerja dari UNODC adalah menjalin kerjasama dan program pelatihan kepada para negara anggota dalam menghadapi peredaran obat-obatan terlarang, perdagangan manusia, terorisme dan tindak pelanggaran hukum lainnya. Hal ini dilakukan dengan melakukan supply reduction (menekan pasokan) dan demand reduction (menekan kebutuhan).

Didalam sistem PBB sendiri sebenarnya telah diupayakan untuk mengarusutamakan pendekatan demand reduction yang dimulai dengan munculnya istilah comprehensive multidisciplinary outline (CMO) yang disahkan pada konferensi internasional penyalahgunaan narkoba dan pengedaran gelap pada 1987.  CMO itu sendiri merupakan gagasan untuk mengintegrasikan supply reduction dan demand reduction sebagai suatu pendekatan yang komprehensif dan berimbang.

Lebih lanjut lagi, pada 1998 telah dikeluarkan guiding principles on drug demand reduction yang disahkan sesi khusus sidang majelis umum PBB, yang juga menekankan pada pendekatan komprehensif dan berimbang serta memajukan isu demand reduction sebagai upaya untuk mencegah, mengobati, merehabilitasi, serta mencegah dampak buruk terhadap kesehatan dan sosial dari penyalahgunaan kokain. Guiding principles itulah yang sampai sekarang merupakan dasar bagi negara-negara anggota PBB untuk melaksanakan program dan strategi demand reduction nasionalnya Namun, setelah 10 tahun disahkannya guiding principles namun pada kenyataannya demand reduction belum mendapat perhatian yang layak.

UNODC menilai bahwa hal itu disebabkan karena guiding principles tidak mengikat, seperti ketiga konvensi internasional yang terkait dengan pengawasan narkoba dan kecenderungan negara-negara untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban traktatnya saja. Selain itu, pada saat ketiga konvensi dibentuk, masalah kesehatan belum mencapai taraf yang memprihatinkan, seperti sekarang ini baik dengan adanya HIV/AIDS maupun penyakit menular lainnya dan keterkaitannya dengan penyalahgunaan obat-obatan. 

Hal itulah yang mendasari pemikiran UNODC agar masalah kokain dan jenis narkoba lainnya, dikembalikan pada fitrahnya, yakni sebagai masalah kesehatan publik. Dalam hal ini, maka UNODC menawarkan suatu pendekatan komprehensif dengan melaksanakan program supply reduction dan demand reduction secara bersamaan, yakni pertama, menegakkan hukum dengan tetap mengacu pada ketiga konvensi kedua, mencegah penyalahgunaan obat-obatan, ketiga, mengobati dan rehabilitasi penyalah guna obat-obatan, dan keempat, mengurangi dampak buruk akibat dari penyalahgunaan obat-obatan pada komunitas berisiko terbatas yang berujung pada kebijakan abstinensi.

Bila dilihat kembali, yang ditawarkan UNODC tidak lain adalah hal yang sama dan pernah dikumandangkan CMO (1987) serta guiding principles (1998). Hanya kali ini UNODC merangkai pendekatan berimbang dengan pendekatan yang mengedepankan aspek kesehatan publik serta aspek hak asasi manusia untuk mendapatkan akses pada pelayanan kesehatan. Hal itu dilihat dari pendekatan UNODC untuk menengarai pengobatan dan rehabilitasi penyalah guna narkoba sebagai upaya yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak buruk akibat dari penyalah guna obat-obatan.

Konsekuensinya muncul paradigma baru, yakni dengan melihat penyalah guna obat-obatan sebagai korban (victim) yang membutuhkan perawatan serta munculnya pendekatan-pendekatan baru yang masih kontroversial di percaturan dunia internasional, seperti harm reduction yang antara lain menyangkut langkah pemberian jarum suntik bersih aga rpenyalahguna narkoba tidak menggunakan jarum suntik yang terkontaminasi virus HIV/AIDS, substitution treatment dengan menggantikan pola penyuntikan dengan zat-zat psikoaktif lain melalui cara oral dan distribusi kondom dalam upaya untuk mencegah penyebaran HIV/AIDS di kalangan perilaku seks bebas.

  • [message]
    • ##check## Sumber
      • Kerjasama Asean-Deplu. 2000. Dalam Membahas Masalah Perdagangan Ilegal Narkotika Dan Obat-Obatan Barbahaya. Jakarta.

0 Response to "Sejarah United Nations Office on Drugs and Crime"

Post a Comment

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel